Rabu, 29 September 2010

asuhan keperawatan pada pasien alhzeimer

ALZHEIMER
1. PENGERTIAN
Penyakit alzheimer atau biasa disebut AD adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku.
2. INSIDEN
Alzheimer adalah gangguan dimensi yang paling sering terjadi, secara kasar tercacat merupakan 60 % hingga 80 % dari seluruh dimensia di Amerika Serikat. Alzheimer dapat menyerang seseorang yang berusia lebih dari 65 tahun. Perkiraan terbaru adalah bahwa 1 dari 10 orang pasien Alzheimer berusia lebih dari 65 tahun dan hampir separuhnya berusia lebih dari 85 tahun. Dengan penyebaran cepat pada populasi yang berusia lebih tua
3. ETIOLOGI
4. PATOFISIOLOGI
Alzheimer ini mengganggu 3 proses penting yaitu hubungan antar sel saraf, metabolisme dan proses perbaikan. Gangguan ini menyebabkan banyak sel saraf yang tidak berfungsi, kehilangan kontak dengan sel saraf yang lain, dan mati.
Awalnya alzheimer merusak saraf – saraf pada bagian otak yang mengatur memori, khususnya pada hipokampus dan struktur yang berhubungan dengannya. Saat sel – sel saraf di hipokampus berhenti berfungsi sebagaimana mestinya, terjadi kegagalan daya ingat jangka pendek, dilanjutkan dengan kegagalan kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan mudah dan tugas – tugas biasa. Alzheimer juga mengenai korteks serebri, khususnya daerah yang bertanggung jawab terhadap bahasa dan pemikiran.
5. GAMBARAN KLINIS
Pasien dengan gejala alzheimer sebaiknya melakukan tes untuk mendeteksi gangguan nutrisi, endokrin, dan infeksi penyebab timbulnya gejala yang kemungkinan masih bisa dipulihkan. Selain untuk melengkapi pemerikaan fisik dan neurologik, pemeriksaan yang sering diminta mencakup hitung darah lengkap dan pemeriksaan darah untuk sifilis.
Pasien dengan penyakit alzheimer, selama stadium dini, pasien tidak bergejala namun mengalami pengurasan kapasitas dalam penyelesaian masalah, keterbatasan kemampuan untuk mengatasi situasi yang kompleks dan berfikir abstrak, emosi yang labil, pelupa, dan hilangnya memori ynag terbaru. Bersamaan debgan berkembangnya penyakit, prilaku pesien menjadi lebih tidak menemtu dan aneh dengan kecendrungan sering marah yang meledak – ledak.
Selama stadium akhir penyakit kemampuan pasien menjadi terbatas dan tidak mampu untuk mengurus kebutuhan dasar mereka atau untuk mengenali anggota keluarganya. Kemetian biasanya disebabkan oleh malnutrisi dan infeksi.
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasein dengan penyakit alzheimer melibatkan pasien dengan keluarganya. Obat penenang dan anti depresan berguna untuk menangani perolaku pasien. Obat – obat eksperimental telah digunakan dibeberapa pusat kesehatan sebagai usaha untuk memperlambat kemunduran otak, namun tidak ada terapi obat yang disarankan. Perkumpulan dukungan keluarga penting untuk membantu mengatasi masah dalam keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ALZHEIMER
1. PENGKAJIAN
Pengkajian fisik : Didasarkan pada pengkajian neurologis ( Apendiks J ) menunjukkan kemunduran yang progresif dari kondisi fisik dan mental.
DS : keluarganya melaporkan pasien mengalami penurunan daya ingat ringan, tidak tertarik pada lingkungan, kurang perhatian.
Kaji penyakit pasien, apakah penyakitnya menjadi berat,kehilangan daya ingat menjadi lebih menonjol khususnya terhadap hal – hal yang baru saja terjadi. Kepribadian mengalami kemunduran,gangguan motorik.
Kaji respon keluarga dan orang terdekat terhadap kondisi pasien dan dampaknya terhadap lingkungan rumah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan status mental sekunder terhadap penyakit Alzheimer.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kemunduran status mental.
3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kemunduran mental sekunder terhadap penyakit Alzheimer.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan status mental sekunder terhadap penyakit Alzheimer

INTERVENSI :
a) Lakukan program latihan defekasi dan berkemih bila terjadi inkontonensia. Catat pola defekasi untuk beberapa hari.
b) Gunakan celana sekali pakai bila terjadi inkontinensia
c) Batasi minum sebelum tidur. Barikan banyak cairan pada siang hari.
d) Bantu dalam kebersihan tubuh. Berikan kesempatan untuk melakukan aktivitas mandiri sebanyak mungkin dengan supervise
e) Libatkan pasien dalam program latihan harian

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kemunduran status mental.

INTERVENSI
a) Suapi pasien. Ubah konsistensi makanan untuk memudahkan menelan, sesuai keperluan. Bagi pasien yang lupa menelan, coba memberikan makana halus.
b) Apabila pasien sudah tidak mampu untuk makan sendiri, pasang selang NGT untuk pemberian makanan sesuai program.
c) Berikan makanan tambahan disetiap makan,(pagi, siang, dan sore)
d) Sediakan waktu cukup untuk setiap kali makan. Jangan paksakan makanan atau berdebat dengan pasien mau bekerja sama sebelum melanjutkan memberikan makanan.

3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kemunduran mental sekunder terhadap penyakit Alzheimer.

INTERVENSI
a) Pasang pengaman tempat tidur pada saat tidur. Sering perhatikan pasien. Kenakan pelindung dada dan pergelangan tangan hanya bila perlu untuk melindungi yang bersangkutan dari celaka atau mencelakakan orang lain.
b) Berikan neuroleptik ( antipsikotik ) sesuai program. Dekati pasien dengan tenang dan percaya diri kurangi stimuli lingkungan.
c) Pertahankan jadwal yang teratur untuk aktivitas sehari – harinya khususnya bila menunjukkan kebingungan. Buat latihan harian seperti jalan kaki. Serta pasien dalam beberapa aktivitas rutin untuk mangalihkan perhatian dari mobilitas yang tidak menentu
d) Hindari memburu – buru klien. Pertahankan langkah perlahan. Bicara dengan perlahan, berjarak, dan kalimat sederhana dengan menggunakan tanda non verbal.
4. EVALUASI
 Keutuhan kulit terjaga, badan tidak bau
 Tidak terjadi penurunan berat badan, menghabiskan lebih dari 40 % setiap makan
 Tidak ada cedera atau kerusakan kulit, tidak ada laporan pasien jatuh


DAFTAR PUSTAKA
Engran, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah.EGC. Jakarta
Wilson M,Lorraine,sylvia A. Price.2005. Patofisisologi. EGC. Jakarta

Selasa, 28 September 2010

asuhan keperawatan hipoparatiroidisme

HIPOPARATIROIDISME
BAB I. KONSEP DASAR

A.Definisi
Hipoparatirodisme adalah keadaan berkurangnya kerja dari pada kelenjar paratiroid yang di sertai penurunan kadar kalcium dalam serum hingga menyebabkan tetani. Hipoparatiroid juga merupakan gabungan dari gejala produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
B.Etiologi
Penyebab hipoparatirodisme yang paling sering di temukan oleh sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid di angkat pada saat di lakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau di seksi radikal leher. Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya tidak di ketahui merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang jarang di jumpai.
C.Patofisiologi
Hipoparatiroidisme di sebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorbsi intestinal kalsium dan makanan dan penurunan resorbsi kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan eksresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia, dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%)

Perjalanan sehingga terjadi hipoparatiroidisme.

D.Manifestasi Klinis
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas system neuromuskuler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatirodisme yang berupa tetanus. Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh di sertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan keram pada daerah ekstermitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua beleh tangan dan kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata (overt), tanda-tanda mengcakupbronkospasme, spasme laring, spaame karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotofabia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi juga dapat terjadi.


E.Evaluasi Diagnostik
Tetanus laten di tunjukkan oleh:
 Tanda trousseau di anggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang di timbulkan akibat penyumbatan aliran darah kelengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
 Tanda chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang di lakukan secara tiba-tiba di daerah nervus facialis tepat di depan kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau kerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosis sering sulit di tegakkan karena gejala yang tidak jelas, seperti rasa nyeri dan pegal-pegal. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu.
F.Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9 hingga 10 mg/dI (2,2 hingga 2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera di lakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskuler dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat di berikan.
Pemberian preparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini di batasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin di butuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.




Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut.


Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal. Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitaminD3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup:
1) Riwayat kesehatan klien.
1. Sejak kapan klien menderita penyakit.
2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.
4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
2) Keluhan utama, antara lain :
1. Kelainan bentuk tulang.
2. Perdarahan sulit berhenti.
3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1. Kelainan bentuk tulang.
2. Tetani.



3. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
4. Pernapasan bunyi (stridor).
5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit kering dan kasar
4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.
2. Pemeriksaan radiologi.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.
2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
c. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah dalam batas normal.



Intervensi Keperawatan :
1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu set selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.
2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan
3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.
4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium karbonat seperti tums.
2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan terapi.




Intervensi keperawatan:
1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.
2. Saat memberikan penyuluhan terhadap semua obat-obat yangharus di gunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya membutuhkan waktu selama satu minggu atau lebih untuk mendapatkan hasilnya.
3. Ajarkan klien untuk diet tinggi kalsium tetapi rendah fosfor. Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya karena makanan ini mengandung fosfor.
4. Tekankan perlunya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali sehari. Kadar kalsium harus di pertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen


BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

B.Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA


Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.
www.endocrine.com

asuhan keperawatan CA nasofaring

CA NASOFARING
A. Definisi
Nasofaring adalah bagian dari tenggorokan paling atas, tepatnya di belakang rongga hidung, berbentuk kubus, bagian depan nasofaring berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas perbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah merupakan langit-langit dan rongga mulut, di daerah nasofaring terdapat muara saluran yang menghubungkan tenggorokan dan telinga (Tuba Eustachius) dan adenoid yaitu jaringan limfoid yang sering membesar pada anak. Beberapa jaringan saraf yang mengatur fungsi mata dan menelan serta lidah terdapat di sekitar nasofaring, karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan prediksi di fossa rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Efraty & Nurbaiti, 2001)
Merupakan kanker yang terdapat pada nasopharing, berada di antara belakang hidung dan esophagus, kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia, hampir 60% tumor ganas daerah kepala dan leher merupakan kanker nasopharing, kemudian diikuti oleh tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Pada banyak kasus, nasopharing carcinoma banyak terdapat di Negara ras Mongoloid, khususnya Cina Selatan, namun tidak menutup kemungkinan terdapat di negara lain, seperti di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, orang Eskimo. Di Indonesia kanker ini lebih banyak menyerang keturunan tionghoa di banding suku lainnya, kanker ini lebih banyak dijumpai pada pria daripada wanita.

B. Etiologi
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasopharing adalah suku Mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun, diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epsteinbarr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan liter anti-virus EEB yang cukup tinggi. (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
Pada umumnya kanker disebabkan karena adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak terkontrol, kanker dapat juga timbul karena adanya faktor keturunan (genetik), lingkungan dan juga virus, kanker nasopharing disebabkan karena adanya perkembangan sel kanker yang tidak terkontrol di bagian nasopharing. Namun pada banyak kasus nasopharing carcinoma disebabkan karena adanya faktor keturunan (genetik).
Adapun faktor resiko penyebab adanya kanker nasopharing antara lain:
- Makan makanan asin
Pada banyak kasus di Cina, nasopharing carcinoma disebabkan dari makan ikan asin, juga dari bumbu masak tertentu dan makan makanan yang terlalu panas.
- Virus
Beberapa virus menimbulkan tanda dan gejala seperti demam. Beberapa virus memiliki kemungkinan akan timbulnya kanker nasopharing. EBV-virus biasanya yang menyebabkan kanker.
- Keturunan
Dalam keluarga dengan riwayat terkena kanker terutama kanker nasopharing besar selain nitrosamine, faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kanker nasofaring adalah keadaan sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup yang rendah, udara yang penuh asap di rumah yang kurang baik ventilasinya misalnya pembakaran dupa, obat nyamuk, meningkatkan insiden kanker nasofaring. Demikian juga kontak dengan bahan kimia seperti gas kimia, asap industri dan asap kayu. Penyebab lain adalah radang kronis (menahun) di daerah nasofaring, peradangan menyebabkan selaput lendir nasofaring lebih rentan terhadap karsinogen.

C. Patofisiologi
Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala, kanker nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat nitrosamine yang ada dalam daging ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-barr yang masuk ke dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan yang diawetkan seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) serta tauco.

D. Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu antara lain:
• Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung, terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).
• Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba eustachius (fosa rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinnitus, tuli rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
• Gangguan mata dan sarar
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramenia laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehinga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unilateral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
• Metastasi ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternoklidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di Cina yairu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran modul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
Adapun tingkatan dari kanker ini adalah :
1. Stadium 0 : sel-sel kanker masih berada dalam batas nasoparing, biasa disebut dengan nasopharynx insitu.
2. Stadium 1 : sel kanker menyebar dibagian nasopharing.
3. Stadium 2 : sel kanker sudah menyebar pada lebih dan nasopharing ke rongga hidung, atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3 : kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher.
5. Stadium 4 : kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah. Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat bagi penderita.

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsy nasofaring dapat dilakukan dua cara yaitu dari hidung dan mulut dilakukan dengan anastesi topical dengan xylocain 10%.
c. Pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IoA anti VGA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001)
Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan kelenjar getah bening (palpasi : terasa membengkak), beberapa tanda dan gejala dari kanker ini memang tidak terlalu spesifik, pemeriksaan ini mungkin akan berlangsung selama beberapa bulan, jika dicurigai terjadinya kanker, dilakukan inspeksi menggunakan endoskop untuk melihat nasopharing yang abnormal tersebut dalam penggunaannya diperlukan anastesi lokal. Setelah itu, diambil biopsy (sampel) yang kemudian diuji apakah merupakan kanker.
Kemudian akan ditentukan stadium kanker itu dengan cara :
• MRI (membantu melihat kanker yang menyebar di sekitar kepala)
• Pengambilan biopsy ini digunakan untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah bening.
• Sinar X (melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru).

F. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dahulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferan, kemoterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuan kemoterapi yaitu Cis-platinunt, bleotiyeiti dan 5-fluoroumcil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluoroumcil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.
Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma antara lain :
1. Terapi radiasi
Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan selama 5 – 7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal.
Efek samping dari terapi ini memperbesar resiko kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
2. Kemoterapi
Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun ada kalanya sel-sel yang sehat (tidak terkena kanker) juga tereduksi.
Efek samping dari terapi ini adalah : rambut rontok, mual, lemas (seperti kehilangan tenaga). Efek samping yang timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.
3. Pembedahan
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah terkena kanker.

G. Dampak KDM



H. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa : ketidakefektifan jalan napas b/d penimbunan sekret batasan
Karakteristik : pilek, hidung tersumbat, cuping hidung nampak
Hasil pasien : kepatenan jalan napas dipertahankan
Kriteria evaluasi : frekuensi napas antara 12 – 24 /menit, tidak terdapat penimbunan sekret, warna kulit normal, cuping hidung tidak nampak
Intervensi Rasional
1. Kaji faktor penyebab gangguan pola napas
2. Pertahankan evaluasi kepala tempat tidur 30o


3. Izinkan untuk sekret di jalan dengan tissu. Jika tidak lakukan dengan pengisapan 1. Mengidentifikasi informasi yang tepat
2. Posisi tegak lurus memungkinkan bernapas baik dengan cara mengurangi tekanan abdominal pada diafragma
3. Pengisapan berguna untuk mengeluarkan sekret dan membantu mempertahankan jalan napas



2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri b/d metastatis pada leher
Karakteristik : Mengatakan sakit pada daerah leher dan/atau sakit pada saat menelan
Hasil pasien : Nyeri berkurang
Kriteria evaluasi : Ekspresi wajah dan tubuh lebih releks masukan oral meningkat
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri


2. Mempertahankan tirah baring selama fase aktif
3. Beri perawatan orang tiak 2 jam


4. Berikan obat analgetik sesuai anjuran jika perlu 1. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan dan memudahkan untuk intervensi selanjutnya
2. Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi
3. Untuk menghilangkan sakit tenggorokan dan mengontrol bernapas
4. Obat analgatik bisa menurunkan persepsi nyeri

3. Diagnosa : Gangguan rasa cemas b/d koping yang tidak adekuat
Karakteristik : Mengungkapkan keluhan khusus, meminta informasi, mengungkapkan kurang mengerti, dan gelisah
Hasil pasien : Ansietas berkurang
Kriteria evaluasi : Mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka, melaporkan berkurangnya ansietas dan takut, mengungkapkan mengerti tentang penyakitnya, secara verbal menyadari terhadap apa yang diinginkan yaitu menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya.
Intervensi Rasional
1. Izinkan pasien untuk mengetahui keadaan/status penyakitnya




2. Jelaskan metode komunikasi yang dapat digunakan secara baik dan efektif.

3. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan keadaannya tentang hasil pemeriksaannya. 1. Pengetahuan tentang apa yang diharapkan dari interaksi membantu menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien untuk memikirkan tujuan yang realistik
2. Kemauan berkomunikasi membantu mengembangkan rasa aman penting untuk fungsi andiron.
3. Ekspresi perasaan secara verbal membantu meningkatkan kesadaran akan realitas (kenyataan).

4. Diagnosa : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penekanan pada leher
Karakteristik : Penurunan BB, menolak makanan per oral
Hasil Pasien : Memperlihatkan/mendemonstrasikan masukan nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi : BB stabil, masukan makanan oral meningkat.
Intervensi Rasional
1. Pantau
• Berat badan tiap minggu presentase makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, jika makanan per oral dimungkinkan
2. Berikan makanan melalui selang NGT sesuai dengan jadwal pemberiannya. Ajarkan kepada pasien cara memberikan makanan sendiri melalui selang



3. Jika dimulai pemberian makanan per oral, berikan makanan yang lembut, mudah dicerna seperti kentang, nasi, dsb. Konsultasi pada ahli diet untuk memilih makanan yang tepat jika masukan oral kurang dari 30%
4. Berikan makanan sedikit tapi sering
5. Berikan obat atau muntah jika perlu
6. Jika peranan per oral sudah mulai diperbolehkan, tunggu pasien selama makan. Telah kembali teknik menelan untuk meminimalkan aspirasi. Izinkan psaien untuk sendiri, ketika pasien sudah mampu makan per oral tanpa batuk

7. Konsultasi dengan dokter jika batuk berlebihan pada sat makan per oral 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan



2. Tambahan makanan melalui jalan alternatif diperlukan untuk memberikan nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan luka sampai makanan tier oral dapat dimulai. Perawatan diri menumbuhkan kemandirian

3. Untuk mengurangi nyeri pada saat menelan. Ahli diet ialah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi kebutuhan nutrisi dan bersama merencanakan kebutuhan dan kondisi pasien


4. Untuk merangsang nafsu makan pasien
5. Untuk mengontrol mual dan muntah
6. Kesulitan menelan dan batuk karena makan dan batuk karena per oral dapat mencetuskan ansietas. Pemberian pelayanan kesehatan yang komponen, dapat bertindak cepat ketika terjadi aspirasi, dapat menurunkan pasien berkontraksi sehingga dapat menelan dengan baik
7. Makanan melalui selang NGT perlu dimulai

5. Diagnosa : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Karakteristik : Kulit klien nampak kotor, klien tidak pernah mandi selama sakit, badan klien berbau
Hasil pasien : Integritas kulit tetap terjaga
Kriteria evaluasi : Kulit klien nampak bersih dan bau badan klien sudah tidak ada
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker

2. Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan


3. Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter
4. Hindarkan pakaian yang ketat pada area tersebut

5. Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi 1. Agar PH klien dapat diketahui sehingga dapat diambil tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
2. Agar melancarkan peredaran darah (vasodilatasi) penggunaan sabun agar bau badan klien tidak ada
3. Agar terhindar dari iritasi kulit sehingga tidak mengakibatkan infeksi kulit

4. Agar tidak menimbulkan keringat berlebihan sehingga integritas kulit tidak terjadi
5. Sebagai acuan agar kita dapat mengetahui hal-hal yang terjadi dan dapat mengambil keputusan masalah tindakan pengobatan yang selanjutnya

6. Diagnosa : Resiko tinggi perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Karakteristik : Membran mukosa oral klien nampak kering di kulit dengan bibir klien, mulut klien berbau dan selama sakit klien belum pernah gosok gigi
Hasil pasien : Tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria evaluasi : Membran mukosa klien normal, bau mulut klien hilang PH oral klien


Intervensi Rasional
1. Kaji orang mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral



2. Mulai program hygiene oral : gunakan pencuci mulut dan salin hangat, larutan pelarut dan hidroge peroksida, sikat dengan sikat gigi, benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir 1. Agar mengetahui PH gigi, sehingga resiko terjadinya kerusakan membran mukosa serta penyakit oral yang lainnya dapat dicegah dengan program PH oral dengan benar
2. Agar melancarkan peredaran darah sehingga resiko terjadinya kerusakan membran mukosa serta penyakit oral yang lainnya dapat dicegah dengan program PH oral dengan benar

7. Diagnosa : Gangguan harga diri berhubungan dengan efek samping radiotherapy : kehilangan rambut
Karakteristik : KLien nampak tidak percaya diri sering menarik diri dengan orang lain
Hasil pasien : Gangguan harga diri teratasi
Kriteria evaluasi : KLien tidak menarik diri dan kepercayaan diri klien kembali
Intervensi Rasional
1. Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu

2. Dorong diskusi tentang/pecahan masalah tentang efek kanker 1. Agar mengetahui efek dari terapi yang dilakukan, sehingga dapat diketahui kemungkinan resiko yang terjadi
2. Dengan memberikan HE kanker diharapkan klien mengerti akan semua proses terapi yang dilakukan dan efeknya akan terjadi sehingga klien merasa lebih kuat dalam menjalani proses penyembuhannya

asuhan keperawatan Molahiodatidosa

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Molahiodatidosa adalah penyakit wanita dalam system reproduksi,penyakit molahidatidosa dapat dijumpai diseluruh dunia. Dengan insiden yang sangat bervariasi dan satu Negara dengan negara lain. Untuk Indonesia insiden penyakit molahidatidosa tidak jauh berbeda dengan dengan Negara Asia lain yang rata-rata insidennya kira-kira 1 untuk 600 kehamilan.
Berdasarkan hasil survey bahwa jumlah ibu dengan penyakit molahidatidosa tidak menutup dari tahun ke tahun untuk itu perlu Asuhan keperawatan sebagai pelayanan keperawatan yang esensial yang dilakukan oleh perawat untuk menangani ibu dengan penyakit molahidatidosa.
Mengingat akan pentingnya perawatan ibu dengan molahidatidosa untuk itu perlunya diadakan peningkatan pendidikan dibagian kesehatan.
B. Tujuan Penulis
Memperoleh gambaran tentang Asuhan keperawatan dengan penyakit molahidatidosa


BAB II
PEMBAHASAN MATERI
A. DEFENISI
• MOLA HIDATIDOSA dalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik . (Sarwono Prawirohardjo 2008)
• MOLA HIDATIDOSA merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional (ACOG, 1993)
• MOLAHIDATIDOSA secara histology ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari poliferasi trofoblast dengan derajat bervariasi dan edema stoma vilus. Mola biasanya terletak di ronnga uterus, namun kadang-kadang mola terletak dituba fallopi dan bahkan ovarium (Stanhope dkk 1983).
• MOLA HIDTIDOSA pmerupakan kehamilan abnormal tanpa hasil konsepsi yang ada hanya gelembung mola( Purnawan junadi (1982)
B. INSIDEN
Molahidatidosa terjadi terjadi pada satu dri setiap 1200 kehamilan d Amerika Serikat, tetapi insiden yang lebih tinggi bisa terlihat di Asia dan didaerha tropis. Paling sering terjadi pada wanita yang ovulasinya distimulasi dengan klomifen pada wanita dari golongan sosioekonomi rendah, dan wanita yang berada di kedua ujung masa reproduksi . Resiko untuk mengalami kehamilan mola kedua empat sampai lima kali lebih tinngi dari resiko kehamilan mola pertama.
C. ETIOLOGI
• Akibat fertilisasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tidak aktif
• Infeksi virus dan factor kromosom yang belum senis
• Mola hidatidosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan
• Kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi
• Faktor resiko terjadinya mola adalah: Status sosial-ekonomi yang rendah
• Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
• Imunoselektif dari trofoblast
D. PATOFISIOLOGI
Mola hidatidosa dari transformasi massa sel embrional yang terdapat dalam blastokiste yaitu massa sel sebelah dalam pada tingkat perkembangan sebelum endoderem terbentuk, pada tingkat embryogenesis ini massa sel sebelah belum mampu berkembang menjadi trofoblast, ectoderm dan endoderem. Jika perkembangan terganggu oleh kehilangan kemampuan massa sel tersebut endoderm menjadi ectoderm , maka dari sel-sel itu terbentuklah jaringan trofoblas dan sitorofoblast yang berdefesiansi menjadi mesoderm ekstraembrional dari mana gelembung mola terbentuk.
TIPE-TIPE KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA
a. MOLA KOMPLET atau klasik terjadi akibat fertilisasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tiddak aktif . Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidropik (berisi cairan) bertumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya. Biasanya mola tidak mengandung janin, plasenta, membrane amniotic atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki plasenta. Oleh karena itu, terjadi perdarahan.
vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai yang bdiameter beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan histologik ditandai oleh:
• Degenarasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus
• Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
• Poliferasi epitel trofoblast
• Tidak adanya janin dan amnion
Dengan adanya atau dhidropik atau generasi mola yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati. Pada pemeriksaan sitogenik terhadap kehamilan mola sempurna menemukan komposisi kromosom yang yang umumnya adalah 46 XX, dengan kromosom seluruhnya berasal ayah. Biasanya ovum dibuahi oleh sperma haploid kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri setelah meosis sehingga kromosomnya bersifat homozigot.kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif.
b. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL. Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang dan mungkin tampak sebagai jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskuler , sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hyperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada generalisata.
E. GAMBARAN KLINIK/MANIFESTASI KLINIK
• Pada permulaannya gejala molahidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa yaitu mual, muntabath, pusing, hanya saja derajat keluhannya sering lebih besar dari umur kehamilan hebat. Selanjutnya perkembangannya lebih pesat sehingga umumnya besar uterus lebih besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangn jaringan trofoblast tidak begitu aktif.
• Perdarahan uterus hamper bersifat universal, perdarahan terjadi sebelum abortus atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa minggu samapi berepa bulan
• Hipertensi akibat kehamilan yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preklamsia pada kehamilan mola, yang menetap sampai tri semester kedua.
• Tiroktoksikosis, kadar tiroksin plasma wanita dengan kehamilan mola sering meningkat. Peningkatan tiroksin plasma mungkin disebabkan estrogen. Tiroksin bebas dalam sering meningkat akibat efek gonadotropin.
• Embolisasi, trofoblas lolos dari uterus melalui aliran vena dalam jumlah bervariasi. Volumenya dapat mencapai sedemikian sehingga menimbulkan gejala dan tanda embolisme paru akut dan bahkan hasil yang fatal.
• Amenore dan tanda-tanda kehamilan
• Perdarahan pervagina yang berulang. Darah berwarna kecoklatan, kadang-kadang keluar gelembung mola seperti anggur
• Uterus lebih besar dibandingkan usia kehamilan
• Tidak ada gerak anak ataupun denyut jantung janin
• Kadang-kadang disertai hiperemis gravidarum, anemia, dan toksemia gravidarum
F. PEMERIKSAAN DIAOGNOSTIK
• Serum HCG untuk memastikan kehamilan
• USG panggul
• CT scan perut
G. PENGOBATAN
1. Terapi mola hodatidosa terdiri dari dua fase: evaluasi mola segera dan tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi persisten atau perubahan keganasan.
2. Perbaikan keadaan umum. Bila kadar hemoglobin rendah, naikkan dulu sampai 10%
3. Aspirasi vakum, evakuasi isap berapa pun ukuran uterusnya. Untuk mola besar dipersiapkan darah yang sesuai dan apbila diperlukan dipasang system intra vena untuk menyalurkan infuse secara cepat.
Setelah sebagian besar mola dikeluarkan malalui aspirasi dan pasien diberi oksitoksin, serta meometrium telah kontraksi biasanya dilakukan kurtase.
4. Kemoterapi
5. Histerektomi
6. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
7. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan
2. Keluhan utama pasien
Ditemukan keluhan pada mola hidatidosa kram pada uterus, pembesaran uterus, tidak ada bunyi jantung jantung janin, tidak adanya pergerakanan janin, adanya jaringan vaskuler yang keluar dari vagina, hipertensi, mual, muntah, penurunan berat badan berlebihan, amenorea.
3. Riwayat keluhan utama
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Pemeriksaan fisik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas behubungan dengan krisis situasi berkaitan dengan mola hidatidosa yang diderita
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit yang diderita
3. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
4. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnose 1 : Ansietas behubungan dengan krisis situasi berkaitan dengan mola hidatidosa yang diderita
Tujuan : pasien memperlihatkan berkurangnya ansietas dan memperlihatkan perilaku koping yang tepat
Intervensi:
1. Beri penjelasan pada pasien tentang diagnosa
2. Gunakan keterampilan mendengarkan secara aktif dan bantu pasien serta keluarga menggunakan staregi koping yang adptif untuk mengurangi andietas.
3. Libatkan pasangan/orang terdekat pasien dalam mengatasi berduka kehilangan
Diagnose 2: kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit yang diderita
Tujuan : Pasien dapat mengerti tentang penyakit yang diderita
Intervensi:
1. Berikan penjelasan terhadap pasien tentang gejala dari penyakit mola hidatidosa
2. Anjurkan kepada pasien untuk menghindari factor-faktor resiko dari mola hidatidosa
3. Memberikan informasi pada pasien penyebab dar mola hidatidosa
Diagnose 3 : Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria : Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis
2. Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
3. Berikan kompres hangat
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Diagnose 4 : Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan criteria:Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervesi:
1. Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
2. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
4. Berikan cairan intravena
5. Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Diagnosa 5 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Intervensi:
1. Kaji pola tidur
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
3. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
4. Batasi jumlah penjaga klien
5. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam


DAFTAR PUSTAKA
• Prawirohardjo sarwono., 2008., Ilmu Kebidanan., Jakarta., PT.Bina Pustaka
• F.Gary Cunningham dkk., 2006., Obstetri Williams edisi 21., Jakarta., EGC
• Junadi Purnawan dkk., 1982., Kapita Selekta Kedokteran., Jakarta., Media Aesculapius
• Bobak dkk., 2005., Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4., Jakarta., EGC